Salah satu perusahaan di Kecamatan Ngadirojo,Kabupaten Wonogiri yg bergerak dibidang pembuatan pakaian jadi,PT Nesia Pan Pasific bekerjasama dg PMI Kabupaten Wonogiri mengadakan pemeriksaan kesehatan bagi 500 karyawan dari 3.200 total seluruh karyawan yg ada di perusahaan tersebut.PMI Kabupaten Wonogiri menerjunkan 2 dokter, staf yankes & 2 sukarelawanya untuk melakukan tugas tersebut.Pemeriksaan kesehatan ini dilakukan selama 4 hari,dari hari Rabu,29 Maret s.d Jumat,31 Maret 2017 & Senin 3 April 2017.
Pemeriksaan meliputi berat badan,tinggi badan,tensi & pemeriksaan kesehatan oleh dokter PMI Kabupaten Wonogiri.Dengan pemeriksaan ini diharapkan karyawan bisa termonitor kesehatanya,untuk menunjang kinerja diperusahaan tempat mereka bekerja.
PMI Wonogiri mendapatkan kepercayaan dari PMI Pusat yang telah
bekerjasama dengan International Federationof Red Cross and Red Crescent
Societies ( IFRC ) dan Zurich Insurance mengembangkan program
Pembangunan Masyarakat Tangguh Banjir ( Community Flood Resilence ).
Pelaksanaan
program diawali dengan pelatihan SIBAT ( Siaga Bencana Berbasis
Masyarakat ) yang diikutioleh 30 relawan di wilayah Hulu Sungai Bengawan
Solo di Desa Gedong, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri selama 5
hari sejak Rabu ( 25/3 ) hingga Minggu ( 29/3 ) di Tawangmanggu ,
Kabupaten Karanganyar.
Menurut Warjo, S.Sos, selaku
Kepala Markas PMI, setiap peserta pelatihan nantinya akan bertugas
mengelola dan mengorganisasi 50 Kepala Keluarga yang rentan selama 2
tahun ke depan.
Kegiatan pembangunan Masyarakat Tangguh
Banjir ini akan digelar selama 2 tahun dengan 6 bulan pertama
difokuskan di Desa Gedong, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri,
selanjutnya pada 6 bulan kemudian akan ditambah dua desa lagi yang
berada di sekitar Hulu Sungai Bengawan Solo.
Lebih
lanjut lagi, Warjo menyampaikan bahwa dilaksanakannya program ini
bertujuan untuk meningkatkan ketahanan dan ketangguhan masyarakat,
meningkatnya efektifitas solusi, pengurangan resiko bencana, serta
adanya dukungan penug dari pengambil kebijakan.Tolak ukur keberhasilan
program ini adalah " Adanya kesadaran masyarakat dalam menghadapi
bencana banjir serta adanya pendampingan lanjutan dari Pemerintah
Daerah", lanjutnya.
Oleh karena itu, dalam
pelaksanaannya PMI selalu melibatkan BPBD Kabupaten Wonogiri dengan
harapan adanya upaya replikalisasi kegiatan agar bisa ditindaklanjuti
oleh PemKab Wonogiri. Mungkin nanti jika ketangguhan masyarakat di Desa
Gedong, Kecamatan Ngadirojo benar-benar terbukti maka bisa dijadikan
sebagai percontohan untuk menjadikan masyarakat yang tangguh terhadap
bencana apapun.
"Hal kecil yang nantinya diharapkan
akan tampak terlihat dari keberhasilan program ini adalah adanya
perubahan perilaku masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya,
membersihkan selokan, membiasakan diri menanam tanaman di sepanjang Hulu
Sungai Bengawan Solo. Dengan begitu kita juga membantu pemerintah dalam
mengurangi sedimen">tasi Waduk Gajah Mungkur", ungkap Warjo.
Mulai tanggal 1 Januari 2017, PMI Kabupaten membuka Posko Kesiapsiagaan dan Ambulance Gratis 24 Jam. Dengan pembagian shif pagi ( 07.00 - 14.00 ) , siang ( 14.00 - 21.00 ) dan malam ( 21.00 - 07.00 ), dan para petugas posko yang "Ready On Call", Layanan ini diharapkan dapat membantu masyarakat yang membutuhkan bantuan PMI Wonogiri.
Program ini bekerja sama dengan pihak-pihak terkait seperti pihak Kepolisian, BPBD, Dinas Kesehatan dan para Relawan. Relawan - relawan yang bertugas di posko ini sebelumnya sudah mendapatkan pelatihan dan pembekalan berkaitan dengan tugas dan dan prosedur posko.
Pelayanan Ambulance ini meliputi, bantuan penangana korban kecelakaan Lalu Lintas, Siaga Bencana dan membantu pasien rujukan ke/dari Rumah Sakit.
Risk Mapping ( Pemetaan Resiko ) adalah suatu skema untuk memetakan pola resiko yang mungkin didapati suatu kegiatan/kejadian.
Pemetaan Desa dan Kawasan sendiri menghasilkan peta yang mencerminkan
kondisi topografi dan sosial. Dalam peta topografi, pemerintah desa bisa
melihat potensi-potensi alam di desanya. Adapun peta sosial
memperlihatkan kondisi masyarakat, seperti: ekonomi, pendidikan, dan
kesehatan. Berdasarkan informasi ini, pemerintah desa bisa melakukan
penanganan yang sesuai dengan kebutuhan.
SIBAT Desa Ngadipiro yg berada di Hulu Sungai Bengawan Solo mengadakan pemetaan daerah yang rawan terkena bencana banjir. Sehingga penduduk setempat dapat mengantisipasi dan melakukan siaga bencana di desanya, Serta penanganan - penanganan yang diperlukan untuk mengindari dampak bencana banjir, misalnya seperti yang dilakuan SIBAT Ngadipiro yaitu melakukan penanaman pohon Aren di sepanjang pinggir Sungai.
SEJARAH LAHIRNYA GERAKAN
Pada tanggal 24 Juni 1859 di kota Solferino,
Italia Utara, pasukan Perancis dan Italia sedang bertempur melawan
pasukan Austria dalam suatu peperangan yang mengerikan. Pada hari yang
sama, seorang pemuda warganegara Swiss, Henry Dunant , berada di sana
dalam rangka perjalanannya untuk menjumpai Kaisar Perancis, Napoleon
III. Puluhan ribu tentara terluka, sementara bantuan medis militer tidak
cukup untuk merawat 40.000 orang yang menjadi korban pertempuran
tersebut. Tergetar oleh penderitaan tentara yang terluka, Henry Dunant
bekerjasama dengan penduduk setempat, segera bertindak mengerahkan
bantuan untuk menolong mereka.
Beberapa
waktu kemudian, setelah kembali ke Swiss, dia menuangkan kesan dan
pengalaman tersebut kedalam sebuah buku berjudul "Kenangan dari
Solferino", yang menggemparkan seluruh Eropa. Dalam bukunya, Henry
Dunant mengajukan dua gagasan;
* Pertama, membentuk
organisasi kemanusiaan internasional , yang dapat dipersiapkan
pendiriannya pada masa damai untuk menolong para prajurit yang cedera di
medan perang. * Kedua, mengadakan perjanjian internasional guna
melindungi prajurit yang cedera di medan perang serta perlindungan
sukarelawan dan organisasi tersebut pada waktu memberikan pertolongan
pada saat perang.
Pada tahun 1863, empat orang warga kota Jenewa
bergabung dengan Henry Dunant untuk mengembangkan gagasan pertama
tersebut. Mereka bersama-sama membentuk "Komite Internasional untuk
bantuan para tentara yang cedera", yang sekarang disebut Komite
Internasional Palang Merah atau International Committee of the Red Cross
(ICRC). Dalam perkembangannya kelak untuk melaksanakan kegiatan
kemanusiaan di setiap negara maka didirikanlah organisasi sukarelawan
yang bertugas untuk membantu bagian medis angkatan darat pada waktu
perang. Organisasi tersebut yang sekarang disebut Perhimpunan Nasional
Palang Merah atau Bulan Sabit Merah.
Berdasarkan gagasan kedua,
pada tahun 1864, atas prakarsa pemerintah federal Swiss diadakan
Konferensi Internasional yang dihadiri beberapa negara untuk menyetujui
adanya "Konvensi perbaikan kondisi prajurit yang cedera di medan
perang". Konvensi ini kemudian disempurnakan dan dikembangkan menjadi
Konvensi Jenewa I, II, III dan IV tahun 1949 atau juga dikenal sebagai
Konvensi Palang Merah . Konvensi ini merupakan salah satu komponen dari
Hukum Perikemanusiaan Internasional (HPI) suatu ketentuan internasional
yang mengatur perlindungan dan bantuan korban perang.
PALANG MERAH INTERNASIONAL
1. Komite Internasional Palang Merah / International Committee of the
Red Cross (ICRC), yang dibentuk pada tahun 1863 dan bermarkas besar di
Swiss. ICRC merupakan lembaga kemanusiaan yang bersifat mandiri, dan
sebagai penengah yang netral. ICRC berdasarkan prakarsanya atau
konvensi-konvensi Jenewa 1949 berkewajiban memberikan perlindungan dan
bantuan kepada korban dalam pertikaian bersenjata internasional maupun
kekacauan dalam negeri. Selain memberikan bantuan dan perlindungan untuk
korban perang, ICRC juga bertugas untuk menjamin penghormatan terhadap
Hukum Perikemanusiaan internasional. 2. Perhimpunan Nasional
Palang Merah atau Bulan Sabit Merah, yang didirikan hampir di setiap
negara di seluruh dunia, yang kini berjumlah 176 Perhimpunan Nasional,
termasuk Palang Merah Indonesia. Kegiatan perhimpunan nasional beragam
seperti bantuan darurat pada bencana, pelayanan kesehatan, bantuan
sosial, pelatihan P3K dan pelayanan transfusi darah. Persyaratan
pendirian suatu perhimpunan nasional diantaranya adalah : * mendapat pengakuan dari pemerintah negara yang sudah menjadi peserta Konvensi Jenewa * menjalankan Prinsip Dasar Gerakan
Bila demikian ICRC akan memberi pengakuan keberadaan perhimpunan
tersebut sebelum menjadi anggota Federasi Internasional Palang Merah dan
Bulan Sabit Merah. 3. Federasi Internasional Perhimpunan Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah / International Federation of Red Cross and
Red Crescent (IFRC), Pendirian Federasi diprakarsai oleh Henry Davidson
warganegara Amerika yang disahkan pada suatu Konferensi Internasional
Kesehatan pada tahun 1919 untuk mengkoordinir bantuan kemanusiaan,
khususnya saat itu untuk menolong korban dampak paska perang dunia I
dalam bidang kesehatan dan sosial. Federasi bermarkas besar di Swiss dan
menjalankan tugas koordinasi anggota Perhimpunan Nasional dalam program
bantuan kemanusiaan pada masa damai, dan memfasilitasi pendirian dan
pengembangan organisasi palang merah nasional.
PERTEMUAN ORGANISASI PALANG MERAH INTERNASIONAL Sesuai
dengan Statuta dan Anggaran Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah menyebutkan empat tahun sekali diselenggarakan Konferensi
Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ( Internasional Red
Cross Conference) . Konferensi ini dihadiri oleh seluruh komponen
Gerakan Palang Merah Internasional ( ICRC, perhimpunan nasional dan
Federasi Internasional ) serta seluruh negara peserta Konvensi Jenewa.
Konferensi ini merupakan badan tertinggi dalam Gerakan dan mempunyai
mandat untuk membahas dan memutuskan semua ketentuan internasional yang
berkaitan dengan kegiatan kemanusiaan kepalangmerahan yang akan menjadi
komitmen semua peserta.
Dua tahun sekali , Gerakan Palang Merah
Internasional juga mengadakan pertemuan Dewan Delegasi (Council of
Delegates) , yang anggotanya terdiri atas seluruh komponen Gerakan.
Dewan Delegasi akan membahas permasalahan yang akan dibawa dalam
konferensi internasional. Suatu tim yang dibentuk secara khusus untuk
menyiapkan pertemuan selang antar konferensi internasional yaitu Komisi
Kerja ( Standing Commission).
Bersamaan dengan pertemuan tersebut
khusus untuk Federasi Internasional dan anggota perhimpunan nasional
juga mengadakan pertemuan Sidang Umum (General Assembly) sebagai forum
untuk membahas program kepalangmerahan dan pengembangannya.